Sunday, January 17, 2010

Ulah Oknum Wartawan dan LSM Pemeras di Sekolah Tobasa

Asal dana BOS cair, para oknum wartawan dan LSM ramai-ramai datang dan maksa minta bagian,” kata Hutasoit, salah seorang pengelola dana BOS SD di Kabupaten Tobasa kepada pemberi materi dalam bintek yang diikutinya. Pernyataan itu muncul setelah para pengelola dana BOS mengeluh karena sering diperas oknum yang mengaku wartawan. Pimpinan sekolah di Tobasa mencemaskan pencairan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) ke sekolah SD dan SMP, yang dibarengi munculnya sejumlah oknum mengatasnamakan wartawan dan aktivis LSM, yang datang untuk minta uang (memeras) sekolah tersebut. Sejumlah pimpinan sekolah di Tobasa mengaku kesal dengan ulah oknum mengatasnamakan wartawan maupun aktivis LSM yang berulah dengan dalih macam-macam berkaitan pencairan dana BOS maupun penerimaan siswa baru (PSB) di sekolah mereka. Salah seorang kepala sekolah di Tobasa mengeluhkan ulah oknum mengaku wartawan sebuah media cetak di daerahnya yang datang bukan untuk memperoleh informasi yang diperlukan. Tapi oknum itu hanya mau meminta sejumlah uang dari sekolah itu.
“Jumlah uang yang diminta cukup besar, kalau kami tidak memberikannya diancam oleh yang bersangkutan,” ujar salah satu pimpinan sekolah itu pula. Menurut kepala sekolah dan guru di beberapa SD, SMP maupun SMA di beberapa tempat di Tobasa, termasuk di Balige dan Humbang Hasundutan, ulah oknum mengaku wartawan dan aktivis LSM itu selalu berulang sepanjang tahun. Oknum seperti itu, baik sendiri-sendiri maupun berombongan beberapa orang, secara rutin setiap tahun atau antara 3-6 bulan rajin mendatangi sekolah-sekolah bersangkutan.
Modusnya, menurut beberapa kepala sekolah dan guru, mereka datang mengatasnamakan wartawan atau LSM tertentu untuk menanyakan informasi pencairan dana BOS dan proses seleksi siswa baru serta berbagai pungutan di sekolah bersangkutan.
Tapi buntutnya, oknum itu hanya bertujuan meminta sejumlah uang kepada pihak sekolah. Kalau tidak diberikan, mereka memberikan ancaman macam-macam, seperti masalah di sekolah itu akan “dikorankan” atau dipersoalkan oleh LSM tersebut untuk dibeberkan secara terbuka kepada masyarakat.

Kendati begitu, tidak sedikit kepala sekolah dan guru yang kedatangan “tamu tidak diundang” itu berani bertindak tegas dengan “menantang” untuk mengadukan mereka kepada organisasi pers atau ke polisi. Tapi tidak sedikit pula pihak sekolah akhirnya memberikan sejumlah uang –dengan biasanya lebih dulu terjadi tawar menawar– kepada oknum-oknum tersebut.
Sebelumnya, Sekretaris Forum Martabat Guru Indonesia (FMGI) Indonesia di Balige, Gino Vanollie mengingatkan agar para kepala sekolah maupun guru dan pengurus Komite Sekolah atau pengelola satuan pendidikan lainnya, tidak perlu takut menghadapi para oknum wartawan dan LSM yang bertujuan memeras dan minta uang seperti itu.
“Layani saja baik-baik, kalau tujuannya hanya untuk minta uang jangan takut menanyakan identitasnya kemudian kalau tetap mau memeras dan minta uang, laporkan saja ke polisi,” kata Gino lagi. Menurut dia, tidak ada alasan pihak sekolah yang telah bekerja dengan baik dan menjalankan kewajiban sebagaimana mestinya dapat ditakut-takuti oleh oknum wartawan dan LSM seperti itu.

Tapi Ketua Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Sumut juga mengingatkan agar masyarakat termasuk para kepala sekolah maupun guru agar lebih berani saat menghadapi oknum mengaku wartawan yang datang ke sekolah atau instansinya untuk meminta sejumlah uang atau tujuan di luar urusan pemberitaan lainnya.
“Wartawan itu menjalankan tugas jurnalistik, kalau datang tujuannya bukan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan, tak perlu dilayani dan kalau minta uang paksa atau memeras, sebaiknya segera laporkan kepada polisi terdekat,” kata koresponden Harian Sinar Indonesia Baru itu pula.
AJI Sumut, menurut Juwendra, mensinyalir di daerahnya saat ini semakin banyak berkeliaran oknum wartawan maupun mereka yang mengaku wartawan namun tidak menjalankan tugas jurnalistik sebagaimana mestinya, melainkan kerap melakukan perbuatan tidak terpuji di tengah masyarakat.
Dia mengharapkan, masyarakat apalagi kepala sekolah dan guru maupun aparatur pemerintah di daerahnya untuk tidak perlu takut mengambil tindakan tegas saat berhadapan dengan oknum wartawan atau mereka yang mengaku wartawan seperti itu.
“Masyarakat luas harus ikut membantu memulihkan citra pers di Tobasa yang belakangan tercemari dengan ulah para oknum wartawan yang melakukan perbuatan buruk itu,” kata Juwendra lagi.http://bersamatoba.com/blog

No comments: